LAPORAN
ANALISIS
KAJIAN KEUANGAN DAERAH IDEAL DI KABUPATEN TULANG BAWANG
Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Genap Tahun Akademik 2024/2025 Pada Mata Kuliah Tata Kelola Keuangan
Dosen
Pengampu :
Darmawan
Purba, S. IP., M. IP.
Disusun
Oleh :
1.
Ahmad Ratib Asraf Triputra (2416021102)
2.
Muhammad Afif Fadhlih (2416021104)
3.
Saputra
(2416021108)
4.
Bernandinus Diaz Arbekti (2416021121)
5.
Angelo Rizky Nanda (2416021123)
6.
Naufal Adam Anafis (2416021090)
UNIVERSITAS
LAMPUNG
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN
ILMU PEMERINTAHAN
2024/2025
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Struktur APBD yang ideal ditandai dengan kontribusi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang signifikan serta alokasi belanja modal yang memadai untuk
investasi jangka panjang. Kabupaten Tulang Bawang, sebagai salah satu kabupaten
di Provinsi Lampung dengan potensi ekonomi yang bertumpu pada sektor
agribisnis, menghadapi tantangan klasik dalam pengelolaan keuangan daerah.
Tantangan tersebut meliputi optimalisasi sumber-sumber pendapatan lokal di
tengah ketergantungan yang tinggi pada dana transfer dari pemerintah pusat,
serta memastikan alokasi belanja benar-benar produktif dan berdampak langsung
pada kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, melakukan kajian mendalam
terhadap struktur APBD Kabupaten Tulang Bawang menjadi sangat relevan untuk
mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, dan merumuskan strategi perbaikan yang
konkret dan terukur.
1.2 TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
KAJIAN
Berdasarkan latar
belakang tersebut, kajian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Menganalisis struktur APBD Kabupaten Tulang Bawang secara kritis, dengan
fokus pada komposisi pendapatan dan belanja dalam periode 3 tahun terakhir
(2022-2024).
2. Mengukur tingkat idealitas struktur APBD Kabupaten Tulang Bawang
berdasarkan standar dan rasio keuangan yang umum digunakan.
Ruang lingkup kajian ini terbatas pada analisis data APBD Kabupaten Tulang
Bawang untuk periode 2022 hingga 2024 yang bersumber dari data publikasi resmi.
BAB
II
PROFIL
KEUANGAN DAERAH
2.1
RINGKASAN APBD DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG (2022-2024)
Gambaran umum
kondisi keuangan Kabupaten Tulang Bawang selama tiga tahun terakhir disajikan
dalam tabel berikut. Data ini menjadi fondasi untuk seluruh analisis dalam
kajian ini.
Tabel 1. Ringkasan APBD Kab. Tulang Bawang (dalam Miliar Rupiah)
Komponen |
Realisasi
2022 |
Realisasi
2023 |
Realisasi
2024 |
PENDAPATAN |
1.206,63 |
1,230,86 |
993,20 |
Pendapatan Asli Daerah (PAD) |
128,69 |
122,74 |
75,42 |
Pendapatan Transfer |
985,50 |
1.047,48 |
873,44 |
Lain-lain Pendapatan yang Sah |
92,44 |
60,64 |
44,34 |
BELANJA |
1223,17 |
1.231,24 |
1061,60 |
Belanja Operasi |
856,59 |
802,94 |
699,39 |
Belanja Modal |
136,47 |
173,36 |
113,36 |
Belanja lainnya |
230,11 |
254,94 |
248,85 |
DEFISIT/SURPLUS |
-16,54 |
-0,38 |
-68,40 |
Komposisi Pendapatan:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD): Rata-rata hanya menyumbang sekitar
8–9% dari total pendapatan daerah pada 2022, menurun menjadi sekitar 6% pada
2023, dan merosot tajam ke 4–5% pada 2024. Penurunan ini menunjukkan adanya
tantangan serius dalam optimalisasi potensi lokal. PAD yang kecil mengindikasikan
ketergantungan fiskal yang tinggi terhadap pemerintah pusat serta rendahnya
efektivitas dalam menggali sumber-sumber pendapatan lokal.
2. Pendapatan Transfer: Mendominasi lebih dari 85% total
pendapatan, yakni sekitar 81% pada 2022, naik menjadi 85% pada 2023, dan
mencapai 88% pada 2024. Hal ini menunjukkan ketergantungan yang sangat tinggi
terhadap dana transfer dari pemerintah pusat, yang terdiri atas DAU, DAK, DBH,
dan Dana Insentif Daerah. Ketergantungan ini dapat membatasi fleksibilitas fiskal
serta mengurangi kemandirian daerah.
3. Lain-lain Pendapatan yang Sah: Turun dari sekitar 7,7% pada 2022
menjadi 4,9% pada 2023 dan hanya sekitar 4,4% pada 2024. Komponen ini
seharusnya dapat menjadi penyangga fleksibilitas anggaran, namun tren penurunan
justru mengindikasikan minimnya diversifikasi pendapatan.
Komposisi Belanja:
1. Belanja Operasi: Konsisten mendominasi pengeluaran
daerah, yakni 70% pada 2022, 65% pada 2023, dan sekitar 66% pada 2024. Belanja
ini mencakup gaji pegawai, barang dan jasa, serta belanja rutin lainnya. Belanja Modal:
Cenderung fluktuatif dengan porsi sebesar 11% pada 2022, meningkat menjadi 14%
pada 2023, lalu turun kembali menjadi 10% pada 2024. Belanja modal yang rendah
menunjukkan keterbatasan dalam pembangunan infrastruktur dan investasi jangka
panjang.
2. Belanja Lainnya (termasuk Belanja Tak
Terduga dan Transfer):
Menyumbang sekitar 19% pada 2022, meningkat menjadi 21% pada 2023, dan 23% pada
2024. Meningkatnya belanja lain-lain perlu dikaji efektivitas dan
transparansinya.
Defisit/SILPA: Dalam tiga tahun terakhir, Kabupaten Tulang Bawang
mencatatkan defisit anggaran yang terus meningkat, dari -Rp16,54 miliar pada
2022 menjadi -Rp0,38 miliar pada 2023, dan memburuk menjadi -Rp68,40 miliar
pada 2024.
2.2 ANALISIS IDEALITAS KOMPONEN
PENDAPATAN DAERAH
Analisis ini membandingkan realisasi
pendapatan Kabupaten Tulang Bawang dengan rasio ideal yang telah ditetapkan.
Data tahun 2022 digunakan sebagai sampel analisis.
Tabel 2. Analisis
Idealitas Komponen Pendapatan Kabupaten Tulang Bawang (Realisasi 2022)
Komponen Pendapatan |
Ukuran Ideal (%) |
Realisasi
Kabupaten Tulang Bawang(2022) |
Penjelasan |
|
Pendapatan Asli Daerah (PAD) |
>20–25 % |
10,6 % |
Tidak Ideal. Angka ini menunjukkan tingkat kemandirian fiskal
yang masih sangat rendah. Kabupaten Tulang Bawang sangat bergantung pada dana
dari pemerintah pusat. |
|
Transfer Pemerintah Pusat |
±70–75% |
81,6 % |
Tidak Ideal. Komponen ini menjadi penopang utama keuangan
daerah, namun porsinya sedikit di bawah rentang ideal. |
|
Lain-lain Pendapatan yang Sah |
<5% |
7,8 % |
|
2.3 ANALISIS IDEALITAS KOMPONEN
BELANJA DAERAH
Analisis ini membandingkan realisasi
pendapatan Kabupaten Tulang Bawang dengan rasio ideal yang telah ditetapkan.
Data tahun 2022 digunakan sebagai sampel analisis.
Tabel 3. Analisis
Idealitas Komponen Belanja Kabupaten Tulang Bawang (Realisasi 2022)
Komponen Belanja |
Ukuran Ideal (%) |
Realisasi
Kabupaten Tulang Bawang(2022) |
Penjelasan |
|
Belanja Operasi |
>50–60 % |
70 % |
Belum Ideal. Porsi yang terlalu besar menunjukkan anggaran lebih
banyak habis untuk kegiatan rutin (gaji pegawai, operasional kantor) daripada
untuk pembangunan. |
|
Belanja Modal |
±25–30% |
11,1 % |
Sangat Tidak Ideal. Alokasi belanja untuk pembangunan
infrastruktur (jalan, sekolah, rumah sakit) sangat rendah, dapat menghambat
pertumbuhan ekonomi jangka panjang. |
|
Belanja Lainya(Transfer dan Tak Terduga) |
<11-17% |
18,8 % |
Hampir Ideal. Alokasi untuk kebutuhan darurat dan transfer
sudah sesuai standar. |
2.3 ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN
DAN BELANJA DAERAH
Berdasarkan data
APBD tahun 2022 hingga 2024, terdapat ketimpangan antara pendapatan dan belanja
daerah di Kabupaten Tulang Bawang yang menunjukkan bahwa struktur fiskal daerah
ini belum ideal. Berikut uraian analisisnya:
- Rasio Ketergantungan Tinggi
terhadap Pemerintah Pusat:
1.
Komponen pendapatan transfer
mendominasi lebih dari 80% struktur pendapatan setiap tahunnya. Idealnya,
menurut berbagai kajian tata kelola keuangan daerah, porsi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) sebaiknya menyentuh minimal 15–20% dari total
pendapatan untuk menunjukkan tingkat kemandirian fiskal yang sehat. Namun, PAD
Tulang Bawang justru mengalami penurunan, dari 10,7% (2022) ke hanya
sekitar 7,5% (2024).
2.
Ini menunjukkan bahwa kemampuan daerah
untuk membiayai kebutuhannya sendiri masih sangat terbatas, bergantung besar
pada dana transfer seperti DAU, DAK, dan DBH.
- Belanja Lebih Besar dari
Pendapatan (Defisit Berulang):
1.
Pada 2022, defisit tercatat sebesar
Rp16,54 miliar; turun sedikit pada 2023 menjadi Rp0,38 miliar, namun kembali
meningkat tajam pada 2024 menjadi Rp68,40 miliar.
2.
Defisit yang berulang dan membesar ini
menunjukkan bahwa belanja daerah melebihi pendapatan secara struktural,
tanpa adanya strategi pengendalian defisit atau peningkatan pendapatan yang
signifikan.
- Komposisi Belanja Belum
Proporsional:
1.
Belanja Operasi mendominasi sekitar 65–70% total belanja daerah tiap tahun.
Meskipun penting, proporsi ini mengurangi ruang fiskal untuk belanja modal
yang berfungsi sebagai investasi jangka panjang dalam pembangunan daerah.
2.
Belanja Modal hanya berkisar 10–14%, padahal secara ideal menurut Kementerian
Keuangan, belanja modal sebaiknya minimal 20–25% agar pembangunan
infrastruktur dan layanan dasar dapat berkembang optimal.
4. Tidak Adanya
Surplus Anggaran atau Cadangan Fiskal:
Tidak ditemukan
adanya SILPA yang memadai untuk menutupi defisit, sehingga jika tren ini
berlanjut, daerah berisiko mengalami tekanan fiskal yang dapat menghambat
program prioritas pembangunan.
Berdasarkan perbandingan antara pendapatan dan belanja, struktur APBD Kabupaten Tulang Bawang belum memenuhi kriteria APBD yang ideal. Ketidakseimbangan antara pendapatan yang rendah (terutama PAD) dan belanja yang tinggi, ditambah dengan defisit anggaran berulang, menandakan perlunya reformasi fiskal secara menyeluruh. Struktur fiskal ini tidak berkelanjutan dalam jangka panjang tanpa intervensi perbaikan yang signifikan.
BAB III
IDENTIFIKASI
MASALAH, TANTANGAN DAN REKOMENDASI STRATEGIS SERTA SIMULASI STRUKTUR APBD IDEAL
DI KABUPATEN TULANG BAWANG
3.1 HAMBATAN PENINGKATAN PENDAPATAN
ASLI DAERAH (PAD)
Masalah utama rendahnya PAD di
Kabupaten Tulang Bawang bersumber dari beberapa faktor, antara lain:
1. Basis
Pajak yang Terbatas: Perekonomian yang didominasi sektor
pertanian primer seringkali sulit untuk dikenakan pajak secara optimal.
2. Potensi
Belum Tergarap: Potensi retribusi dari sektor pariwisata
(jika ada), industri pengolahan hasil pertanian, dan sumber daya alam lainnya
belum diintensifkan.
B. Ketimpangan Struktur Belanja Daerah
Struktur belanja menjadi masalah
serius karena:
1. Dominasi
Belanja Pegawai: Alokasi anggaran untuk gaji dan tunjangan
ASN menyerap porsi yang sangat besar, menyisakan sedikit ruang fiskal untuk
program lain.
2. Inefisiensi
Belanja Barang dan Jasa: Belanja untuk perjalanan
dinas, alat tulis kantor, dan kegiatan rapat seringkali tidak efisien dan tidak
memiliki dampak langsung terhadap pelayanan publik.
3. Rendahnya
Alokasi Belanja Modal: Akibat dari dua poin di atas, alokasi
untuk pembangunan infrastruktur strategis menjadi korban.
3.2 BENCHAMARKING APBD IDEAL STUDI
KASUS KABUPATEN BANYUWANGI
Untuk mencari solusi, perlu dilakukan
perbandingan (benchmarking) dengan daerah yang berhasil melakukan reformasi
APBD. Kabupaten
Banyuwangi adalah contoh yang relevan. Strategi kunci yang
mereka terapkan antara lain:
- Meningkatkan
PAD melalui Pariwisata: Banyuwangi secara
masif mengembangkan sektor pariwisata melalui event tahunan
("Banyuwangi Festival"). Hal ini secara langsung meningkatkan
Pajak Hotel dan Restoran (PHR) serta retribusi pariwisata.
- Efisiensi
Anggaran dengan Teknologi: Penerapan e-budgeting
dan e-planning memotong belanja yang tidak perlu, meningkatkan
transparansi, dan memungkinkan pengalihan anggaran ke program prioritas.
- Fokus pada
Program Pro-Rakyat: Anggaran difokuskan
pada program yang memiliki daya ungkit ekonomi dan sosial yang tinggi,
seperti pengembangan UMKM dan perbaikan aksesibilitas.
3.3. RENCANA STRATEGIS
3.3.1 Diversifikasi dan Intensifikasi Sumber PAD
- Pengembangan
Agrowisata dan Ekonomi Kreatif: Memanfaatkan
potensi perkebunan (singkong, tebu, karet) sebagai daya tarik agrowisata.
Ini dapat menciptakan sumber retribusi baru dan menggerakkan ekonomi
lokal.
- Mendorong
Hilirisasi Pertanian: Memberikan insentif
bagi investor untuk membangun industri pengolahan hasil pertanian.
Keberadaan industri akan menciptakan sumber Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
dan pajak daerah lainnya.
- Digitalisasi
Pajak Daerah: Mempermudah pembayaran dan
meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui sistem online untuk PBB-P2 dan
pajak lainnya.
3.3.2 Efisiensi dan Rasionalisasi Belanja Operasional
- Moratorium
Belanja Tidak Produktif: Melakukan moratorium
atau pemotongan signifikan pada anggaran perjalanan dinas, rapat di luar
kantor, dan pengadaan barang habis pakai yang tidak esensial.
- Optimalisasi
Belanja Pegawai: Melakukan analisis beban kerja
untuk memastikan efektivitas jumlah dan penempatan ASN, serta meninjau
ulang komponen tunjangan kinerja agar berbasis output yang jelas.
- Alihkan Hasil
Efisiensi ke Belanja Modal: Dana yang berhasil
dihemat dari efisiensi belanja operasi harus secara eksplisit dialokasikan
untuk menambah porsi belanja modal, terutama untuk infrastruktur dasar.
3.4 SIMULASI
STRUKTUR APBD IDEAL
Bagian ini menyajikan simulasi
bagaimana seharusnya struktur APBD Kabupaten Tulang Bawang jika rekomendasi
strategis diterapkan. Simulasi ini menggunakan total APBD 2022 sebagai angka
dasar.
Tabel 4. Simulasi Struktur
APBD Ideal Kab. Tulang Bawang (Basis Anggaran 2022: Rp 1.206,63 Miliar)
|
|
|
|
Pendapatan |
1.206,63 |
100% |
|
Pendapatan Asli Daerah |
180,99 |
15% |
|
Pendapatan Transfer |
965,30
|
80% |
|
Lain-lain Pendapatan Sah |
60,33 |
5% |
|
Belanja |
1.196,63 |
|
|
Belanja Operasi |
723,98 |
60,5% |
|
Belanja Modal |
241,33 |
20,2% |
|
Belanja Lainnya |
231,32 |
19,3% |
|
SuSurplus Anggaran |
|
|
Perubahan
persentase dalam tabel simulasi di atas didasarkan pada rasionalisasi berikut:
- Kenaikan
PAD (10% -> 15%): Target ini dianggap
realistis dalam jangka menengah jika strategi diversifikasi sumber PAD
melalui agrowisata dan hilirisasi industri serta intensifikasi pajak
diterapkan secara serius.
- Penurunan
Belanja Operasi (70% -> 60%): Pengurangan
sebesar 10% (setara Rp 139 Miliar) dicapai melalui efisiensi belanja
barang/jasa, digitalisasi layanan, dan rasionalisasi belanja pegawai.
- Kenaikan
Belanja Modal (11% -> 20%): Seluruh dana hasil
efisiensi belanja operasi (Rp 139 Miliar) dialihkan sepenuhnya ke belanja
modal. Dana ini diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur penunjang
ekonomi seperti jalan usaha tani, irigasi, dan perbaikan akses ke sentra-sentra
produksi.
BAB
IV
KESIMPULAN
Berdasarkan seluruh rangkaian kajian,
dapat ditarik beberapa kesimpulan utama:
1. Struktur APBD Kabupaten Tulang Bawang
periode 2022-2024 secara umum belum
ideal. Hal ini ditandai oleh tingkat kemandirian fiskal yang
rendah (rasio PAD < 10%) dan struktur belanja yang tidak sehat dengan
dominasi belanja operasi (~70%) yang mengorbankan alokasi belanja modal (~18%).
2. Masalah fundamental yang dihadapi
adalah kegagalan dalam mengoptimalkan potensi ekonomi lokal menjadi sumber PAD
yang signifikan, serta adanya inefisiensi dalam alokasi belanja rutin yang
menghabiskan sebagian besar ruang fiskal.
3. Rekomendasi strategis yang paling
mendesak adalah melakukan transformasi
ganda: (1) diversifikasi
sumber PAD dengan fokus pada agribisnis dan (2) rasionalisasi belanja operasi
secara agresif untuk dialihkan ke belanja modal produktif. Simulasi menunjukkan
bahwa dengan langkah-langkah tersebut, struktur APBD yang lebih ideal dan
pro-pembangunan dapat dicapai.
Kajian ini merekomendasikan agar
Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang memiliki komitmen politik yang kuat untuk
melaksanakan reformasi fiskal agar APBD dapat benar-benar berfungsi sebagai
motor penggerak kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Badan
Pusat Statistik Kabupaten Tulang Bawang. (2022). Kabupaten Tulang Bawang Dalam Angka 2022.
BPS Kabupaten Tulang Bawang.
Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan. (2023). Portal
Data APBD. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Diakses pada 12
Juni 2025, dari
Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang.
(2022). Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2021. BPKAD Tulang Bawang.
Abdullah, S. (2006).
Pengelolaan Keuangan Daerah. UPP STIM YKPN.
Arifin, H. (2020). Analisis efisiensi
belanja daerah dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik. Jurnal Ekonomi
dan Kebijakan Publik, 11(2), 135–148.
https://doi.org/10.22212/jekp.v11i2.2020
Bappenas. (2021). Kajian Evaluasi
Transfer ke Daerah dan Dana Desa. Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas.
Halim, A. (2014). Akuntansi
Keuangan Daerah. Salemba Empat.
Kementerian Dalam Negeri Republik
Indonesia. (2023). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
https://peraturan.bpk.go.id
Kurniawan, T., & Nugroho, H.
(2019). Pengaruh belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di
Indonesia. Jurnal Kebijakan Ekonomi, 14(1), 21–35.
Mahmudi. (2016). Manajemen Keuangan
Daerah. UPP STIM YKPN.
Mardiasmo. (2018). Otonomi dan
Manajemen Keuangan Daerah. Andi.
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. (2019).
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42.
https://peraturan.bpk.go.id
Suparmoko, M. (2020). Ekonomi
Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah. BPFE Yogyakarta.
Susanti, R., & Wirawan, A. (2022).
Evaluasi efektivitas APBD dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jurnal
Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik, 8(1), 45–58.
0 Comments